Di sebuah Sekolah Dasar Negeri ada seorang murid yang bernama
Ronald. Dia adalah satu diantara beberapa murid yang beragama Kristen di
sekolah tersebut. Hampir setiap hari dia diejek teman-temannya karena katanya :
Allah kuk beranak ... Kuk bisa yaaaa ?!?
Si Ronald pun sudah berkali-kali bertanya kepada orang tuanya. Tapi jawaban orang tuanya hanyalah :
Sudah jangan dengarkan ... !!!
Bahkan si Ronald juga kerap bertanya kepada guru sekolah minggu. Akan tetapi jawaban guru sekolah minggu juga hanya :
Sudah biarkan ... Mereka bukan anak-anak terang ... Mereka tidak akan pernah paham ... Yang penting Ronald tetap tekun dan setia ... !!!
Lalu kemanakah si Ronald harus mencari jawaban ???
Lalu bagaimanakah si Ronald bisa menjawab mereka ???
Bagaimana pula Ronald kecil bisa menjawab keraguan dalam hatinya
tentang Iman yang diajarkan kepadanya sejak lahir ???
Dalam ilustrasi diatas, Penulis sebenarnya lebih menyoroti akan ketidakmampuan orang dewasa di sekitar anak-anak untuk memberi pemahaman yang cukup tentang Iman Kristen. Kemungkinan besar penyebabnya karena memang orang tua tersebut juga tidak paham tentang Iman Kristen, demikian juga si guru sekolah minggu. Perlu diingat bahwa Kekristenan bukan hanya soal haleluyah ...
Untuk bisa memberi jawaban kepada si Ronald kecil maka para orang tua perlu memahami dulu tentang apa yang dimaksud Anak Allah ... ?!?
Masih ingatkah sewaktu kita sekolah dulu,
dalam pelajaran bahasa Indonesia kita mengenal yang namanya majas (gaya bahasa)..???
Seperti contoh kata "ibu
pertiwi" yang artinya adalah tanah air, maka kita tidak perlu lagi
menanyakan siapa bapaknya pertiwi..?!?
Seperti contoh kata "anak kunci dan
gembok" maka kita juga tidak perlu lagi tanya siapa bapak gembok..?!?
Seperti contok kata "busur dan anak
panah" apa perlu kita tanya mana paksur..?!?
Di dalam kitab-kitab suci agama apapun akan sering ditemui gaya bahasa tersebut, termasuk Anthropomorfisme atau disebut juga Mutajasimah.
Contoh ketika berbicara Tahta Allah,
bisakah menjelaskan bagaimana Allah bisa duduk di TahtaNya. Karena memang tahta
adalah kata benda yang dipakai manusia, yang bisa diduduki manusia.
Gaya bahasa pengumpamaan secara bentuk
jasmani ini digunakan sebagai pendekatan untuk memahami Allah yang memang
diluar batas akal pikiran kita.
Karena Dia bukan manusia maka Dia tak
dapat diserupakan atau disamakan dengan apapun, termasuk dengan manusia,
sebagaimana dikatakan:
Yesaya 46:5
Kepada siapakah kamu hendak menyamakan Aku, hendak membandingkan
dan mengumpamakan Aku, sehingga kami sama?
Karena Allah itu tidak sama dengan
makhluknya, Allah tidak punya gender atau jenis kelamin. Maka Allah juga tidak
kawin ataupun beranak. Demikian juga Allah tidak punya orang tua ...
Yesaya 44:6
Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN semesta
alam: "Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah
selain dari pada-Ku.
Dia kekal ada dengan sendirinya tanpa
awal maupun akhir, tiada yang lain ...
Jadi Allah memang tidak diperanakkan
melalui suatu pasangan orangtua, dan tak beranak melalui perkawinan dengan
seorang wanita. Jika tidak ada Allah yang lebih tua maupun Allah yang lebih
muda dari Allah yang Satu ini, maka yang ada hanya Dia satu-satuNya.
Yesus dikatakan sebagai Anak Allah karena
Dia adalah Firman Allah yang satu Dzat & Hakekat dengan Allah sendiri, yang
keluar dari Allah sehingga dikatakan Anak Allah. Dan Firman itu telah ada di
dalam Allah sebelum lahir melalui rahim Maria dan menjadi manusia sejati.
Yohanes 1:14
Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita
telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai
Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.
Jadi Anak Allah adalah gelar bagi Sang
Firman yang berasal dari Allah sendiri.
Yohanes 1:1
Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah
dan Firman itu adalah Allah.
Artinya Firman itu berada satu di dalam
Allah, sebagaimana akal-budi dan kata-kata manusia berada satu didalam diri
manusia itu. Sehingga dikatakan seolah-olah bahwa Allah mengandung Firman dalam
DiriNya. Ketika Firman keluar, seperti kata-kata yang keluar dari mulut
seseorang, demikian dikatakan seolah kata-kata tersebut lahir dari orang
tersebut. Namun demikian bukankah orang tersebut tidak terpisah dari akal
budinya, demikian juga Allah dan FirmanNya tetap tidak terpisah. Karena Allah
itu hanya satu, dan Firman yanga ada didalam diriNya itu juga hanya satu, dan
Firman itu disebut Anak, maka Anak yang cuma satu itu, sebutannya adalah “Anak
Tunggal”. Oleh karena itulah Firman Allah dikatakan sebagai AnakNya yang
tunggal, maka Allah sebagai sumber asal dari Firman yang kekal, itu disebut
“Bapa”.
Keluarnya Firman Allah menjadi manusia ataupun
menjadi wahyu yang kemudian ditulis menjadi kitab sama seperti keluarnya
pikiran kita menjadi sebuah catatan/buku ataupun kata-kata. Saat pikiran kita
tuangkan menjadi sebuah buku/kitab ataupun kata-kata dan syair maka bukan
berarti penulisnya jadi kehilangan pikiran karena pindah berubah jadi buku,
kata-kata ataupun syair tersebut.
Demikianlah Antara Allah (Bapa) dan
FirmanNya (Anak) bukanlah dua tetapi satu, karena FirmanNya yang kekal melekat
dalam Dzat-HakekatNya yang Esa itu.